Laman

Kamis, 12 Maret 2015

Gambaran Condition Cash Transfer di Amerika Latin

Program conditional cash transfer (CCT) banyak dijumpai di sejumlah Negara Amerika Latin dan Karibia. Untuk pertama kalinya conditional cash transfer bermula di Meksiko dan Brasil pada akhir tahun 1990an dan program di kedua negara ini telah tumbuh menjadi program skala nasional. World Bank dan Inter-American Development Bank dengan serius mendorong  agar program ini di adopsi di negara-negara pada pendapatan rendah dan menengah  (Bassett, 2008 dalam Hoddinott & Bassett 2008).
Program CCT merupakan program dimana keluarga menerima pembayaran secara tunai jika ia memenuhi syarat tertentu. Sebagai contohnya, semua program CCT mensyaratkan agar penerimanya untuk hadir pada pusat layanan kesehatan untuk melakukan perawatan pada kondisi kehamilan, menyusui dan anak balitanya serta pembelajaran nutrisi, dan juga mensyaratkan  penerimanya yang masih dalam usia sekolah untuk terdaftar dan hadir disekolahnya. Yang menjadi fokus desain program ini adalah untuk mendorong perubahan prilaku (behavioral change) masyarakat miskin (Fernald, Gertler, & Neufeld, 2008).
Meksiko sendiri meluncurkan program pengentasan kemiskinan dengan bantuan tunai bersyaratnya yang diberi nama the Programa de Educación  Saludy Alimentación (PROGRESA). Program ini merupakan titik awal CCT pelaksanaan program dalam sekala besar. Brazil memiliki CCT yang diberi nama Programa Nacional de Bolsa Escola dan Programa de Erradicaçao do Trabalho Infantil, (PETI). Kolumbia meluncurkan Pprogram CCT yang diberi nama the Familias en Acción program (FA), Honduras program CCTnya dikenal dengan nama the Programa de Asignación Familiar (PRAF), Jamaica mengintroduksi CCT dengan nama the Program of Advancement through Health and Education (PATH), dan Nikaragua memperkenalkan program CCTnya dengan sebutan the Red de Protección Social (RPS) (Adato & Hoddinott, 2007).
Pelaksanaan CCT di berbagai Negara selalu diikuti pengukuran dampak (impact evaluation). Hasil-hasil evaluasi telah menunjukkan keberhasilan CCT dalam meningkatkan indikator perbaikan sumber daya manusia (SDM). Indikator-indikator ini umumnya sejalan dengan kewajiban yang ditetapkan dalam program CCT, seperti pendidikan dan kesehatan. Program CCT di Meksiko, dikenal dengan PROGRESA, berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SMP sebesar 6% pada kelompok pria dan 9% pada kelompok wanita. Meningkatkan angka transisi sekolah dari jenjang SD ke SMP sebesar 15% pada kelompok wanita yang umumnya mereka putus sekolah sebelum masuk SMP. Dari sini terlihat bahwa program CCT juga berusaha memecahkan isu gender. Program CCT berhasil secara signifikan meningkatkan angka partisipasi sekolah anak perempuan, yang secara historis telah mengalami diskriminasi karena pendidikan anak perempuan dianggap tidak sepenting pria. Selain itu Anak-anak dari keluarga penerima PROGRESA memasuki usia sekolah relatif lebih muda dan kejadian tidak naik kelas lebih kecil ketimbang anak-anak dari keluarga non-penerima program. PROGRESA memiliki dampak relatif kecil pada angka kehadiran sekolah, pencapaian nilai standar test serta kemampuan menarik anak-anak dropout untuk masuk ke sekolah (Adato & Hoddinott, 2007).
Evaluasi pada indikator kesehatan menunjukan bahwa program CCT menunjukkan dampak yang signifikan pada kesehatan dan gizi. Angka kunjungan kesehatan meningkat 18 persen di lokasi-lokasi PROGRESA di Meksiko. Angka kesakitan anak usia 0–5 tahun peserta PROGRESA turun 12%. Dampak CCT ditemukan juga pada aktifitas pemantauan tumbuh kembang anak di Kolombia, Honduras, Meksiko dan Nikaragua. Beberapa program CCT juga berusaha ditargetkan untuk mengeliminasi kekurangan zat bergizi. Di Meksiko, penerima program memiliki kejadian anemia lebih kecil ketimbang bukan penerima program, meskipun angkanya masih tetap tinggi. Di Nikaragua, meskipun ibu-bu melaporkan bahwa mereka menerima tablet Fe, namun anemia tidak terbukti terpanguruh oleh program. Penyebabnya, mereka tidak memberikan suplemen ini kapada anak-anaknnya dengan kepercayaan bahwa suplemen akan berdampak buruk bagi perut dan gigi. Fenomena ini merupakan tantangan besar dalam memecahkan permasalahan kekurangan zat gizi, dimana pendekatan multidimensi lebih dibutuhkan, ketimbang bantuan tunai atau pemberian supplemen itu sendiri (Adato & Hoddinott, 2007).
Program CCT semakin marak diadopsi diberbagai Negara. Tidak kurang dari 20 negara Amerika Latin, Karibia, Asia dan Afrika telah mengadopsi CCT dan sekitar 20 negara lainnya, termasuk Indonesia, telah memulai program ini. Terdapat sejumlah alasan yang melatarbelakangi maraknya program CCT, diantaranya adalah: (a) terbuktinya keberhasilan CCT; (b) meningkatnya kinerja targeting, (c) program relatif flexibel, (d) adanya alasan politis, (e) dapat dikembangkan serta (f) meningkatnya kinerja monitoring dan evaluasi (Laporan Akhir Evaluasi Program Perlindungan Sosial: Program Keluarga Harapan, 2009). Bagaimana rancang bangun program conditional cash transfer di Indonesia dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH) akan di uraikan selanjutya.

_______________________________________________________________________
BIODATA PENULIS :

Gini Toponindro, Alumnus BK FKIP UM Magelang, Telah menyelesaikan S2 di Fakultas Psikologi Peminatan Terapan Psikologi Intervensi Sosial Tahun 2012 pada Universitas Indonesia, Pernah aktif di almamater sebagai Asisten Dosen, Konselor pada Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Jambi, Konselor pada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jambi serta Kepengurusan Himpunan Psikologi (HIMPSI) Wilayah Jambi. Saat ini bekerja sebagai Penilai Kompetensi Pegawai pada Biro Organisasi & Kepegawaian Kementerian Sosial RI.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar