Program
conditional cash transfer (CCT)
banyak dijumpai di sejumlah Negara Amerika Latin dan Karibia. Untuk
pertama kalinya conditional cash transfer bermula di Meksiko dan Brasil pada akhir
tahun 1990an dan program di kedua negara ini telah tumbuh menjadi program skala
nasional. World Bank dan Inter-American Development Bank dengan
serius mendorong agar program ini di
adopsi di negara-negara pada pendapatan rendah dan menengah (Bassett, 2008 dalam Hoddinott & Bassett
2008).
Program CCT merupakan
program dimana keluarga menerima pembayaran secara tunai jika ia memenuhi
syarat tertentu. Sebagai contohnya, semua program CCT mensyaratkan agar
penerimanya untuk hadir pada pusat layanan kesehatan untuk melakukan perawatan
pada kondisi kehamilan, menyusui dan anak balitanya serta pembelajaran nutrisi,
dan juga mensyaratkan penerimanya yang
masih dalam usia sekolah untuk terdaftar dan hadir disekolahnya. Yang menjadi
fokus desain program ini adalah untuk mendorong perubahan prilaku (behavioral change) masyarakat miskin (Fernald, Gertler, & Neufeld, 2008) .
Meksiko
sendiri meluncurkan program pengentasan kemiskinan dengan bantuan tunai
bersyaratnya yang diberi nama the Programa
de Educación Saludy Alimentación (PROGRESA). Program ini merupakan titik awal CCT pelaksanaan
program dalam sekala besar. Brazil memiliki CCT yang diberi nama Programa
Nacional de Bolsa Escola dan Programa de Erradicaçao do Trabalho Infantil,
(PETI). Kolumbia meluncurkan Pprogram CCT yang diberi nama the Familias en
Acción program (FA), Honduras program CCTnya dikenal dengan nama the Programa
de Asignación Familiar (PRAF), Jamaica mengintroduksi CCT dengan nama the
Program of Advancement through Health and Education (PATH), dan Nikaragua
memperkenalkan program CCTnya dengan sebutan the Red de Protección Social (RPS)
(Adato & Hoddinott, 2007) .
Pelaksanaan
CCT di berbagai Negara selalu diikuti pengukuran dampak (impact evaluation). Hasil-hasil evaluasi
telah menunjukkan keberhasilan CCT dalam meningkatkan indikator perbaikan sumber
daya manusia (SDM). Indikator-indikator ini umumnya sejalan dengan kewajiban
yang ditetapkan dalam program CCT, seperti pendidikan dan kesehatan. Program
CCT di Meksiko, dikenal dengan PROGRESA, berhasil meningkatkan angka
partisipasi sekolah jenjang SMP sebesar 6% pada kelompok pria dan 9% pada
kelompok wanita. Meningkatkan angka transisi sekolah dari jenjang SD ke SMP sebesar 15% pada kelompok wanita yang umumnya mereka putus sekolah sebelum
masuk SMP. Dari sini terlihat bahwa program CCT juga berusaha memecahkan isu
gender. Program CCT berhasil secara signifikan meningkatkan angka partisipasi
sekolah anak perempuan, yang secara historis telah mengalami diskriminasi
karena pendidikan anak perempuan dianggap tidak sepenting pria. Selain itu Anak-anak
dari keluarga penerima PROGRESA memasuki usia sekolah relatif lebih muda
dan kejadian tidak naik kelas lebih kecil ketimbang anak-anak dari keluarga
non-penerima program. PROGRESA memiliki dampak relatif kecil pada angka
kehadiran sekolah, pencapaian nilai standar test serta kemampuan menarik
anak-anak dropout untuk masuk ke sekolah (Adato & Hoddinott, 2007) .
Evaluasi
pada indikator kesehatan menunjukan bahwa program CCT menunjukkan dampak yang
signifikan pada kesehatan dan gizi. Angka kunjungan kesehatan meningkat 18
persen di lokasi-lokasi PROGRESA di Meksiko. Angka kesakitan anak usia
0–5 tahun peserta PROGRESA turun 12%. Dampak CCT ditemukan juga pada
aktifitas pemantauan tumbuh kembang anak di Kolombia, Honduras, Meksiko dan
Nikaragua. Beberapa program CCT juga berusaha
ditargetkan untuk mengeliminasi kekurangan zat bergizi. Di Meksiko, penerima
program memiliki kejadian anemia lebih kecil ketimbang bukan penerima program,
meskipun angkanya masih tetap tinggi. Di Nikaragua, meskipun ibu-bu melaporkan
bahwa mereka menerima tablet Fe, namun anemia tidak terbukti terpanguruh oleh
program. Penyebabnya, mereka tidak memberikan suplemen ini kapada anak-anaknnya
dengan kepercayaan bahwa suplemen akan berdampak buruk bagi perut dan gigi.
Fenomena ini merupakan tantangan besar dalam memecahkan permasalahan kekurangan
zat gizi, dimana pendekatan multidimensi lebih dibutuhkan, ketimbang bantuan
tunai atau pemberian supplemen itu sendiri (Adato & Hoddinott, 2007) .
Program
CCT semakin marak diadopsi diberbagai Negara. Tidak kurang dari 20 negara
Amerika Latin, Karibia, Asia dan Afrika telah mengadopsi CCT dan sekitar 20
negara lainnya, termasuk Indonesia, telah memulai program ini. Terdapat sejumlah
alasan yang melatarbelakangi maraknya program CCT, diantaranya adalah: (a)
terbuktinya keberhasilan CCT; (b) meningkatnya kinerja targeting, (c)
program relatif flexibel, (d) adanya alasan politis, (e) dapat dikembangkan
serta (f) meningkatnya kinerja monitoring dan evaluasi (Laporan Akhir Evaluasi Program Perlindungan Sosial: Program Keluarga
Harapan, 2009) .
Bagaimana rancang bangun program conditional
cash transfer di Indonesia dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH) akan
di uraikan selanjutya.
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
BIODATA PENULIS :
Gini Toponindro, Alumnus BK FKIP UM Magelang, Telah menyelesaikan S2 di
Fakultas Psikologi Peminatan Terapan Psikologi Intervensi Sosial Tahun 2012 pada
Universitas Indonesia, Pernah aktif di almamater sebagai Asisten Dosen,
Konselor pada Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Jambi, Konselor pada
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jambi serta Kepengurusan Himpunan Psikologi (HIMPSI) Wilayah Jambi. Saat ini bekerja sebagai Penilai
Kompetensi Pegawai pada Biro Organisasi & Kepegawaian Kementerian Sosial
RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar