Laman

Senin, 04 Maret 2013

Kontroversi Konstruktif Dalam Pengambilan Keputusan Kelompok


Kegiatan rutin organisasi tidak dapat dilepaskan dari aktifitas rapat/pertemuan untuk membahas perkembangan organisasi, permasalahan dan tantangan dari program yang telah di jalankan serta peluang-peluang dimasa yang akan datang. Tujuan dari pertemuan tersebut biasanya selalu mengarah pada proses pengambilan keputusan akan sebuah tindakan yang akan diambil untuk menjalankan fungsi organisasi dan tentunya ada capaian-capaian target yang diharapkan. Proses pengambilan keputusan (decision making) dalam pertemuan kelompok yang kita alami sering terlihat alot dalam memutuskan karena adanya perbedaan pendapat antara satu anggota kelompok dengan anggota kelompok lainnya.

Perlu diketahui bahwa kontroversi dalam pengambilan keputusan kelompok memiliki peran yang sangat strategis untuk menghasilkan keputusan yang berkualitas tinggi serta mendapatkan komitmen dari semua anggota kelompok dengan baik. Untuk sebagian orang terkadang adanya kontroversi dalam pengambilan keputusan menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Berikut saya uraikan mengenai pentingnya kontroversi dalam pertemuan/rapat untuk menghasilkan keputusan yang berkualitas dari sudut pandang psikologi sosial.

Dalam sebuah proses pengambilan keputusan kontroversi memegang peranan penting sejauh mana kreatifitas keputusan yang akan dihasilkan  dari pertemuan kelompok. Dengan kontroversi konstruktif maka ketidaksetujuan pendapat mengarahkan pada pengujian kembali opini atau pendapat anggota, berbagi ide yang berbeda dan menemukan jenis solusi permasalahan kreatif. Kondisi lain menunjukan bahwa hadirnya kontroversi selama kelompok melakukan pertimbangan pengambilan keputusan akan menghasilkan keputusan dengan kualitas yang lebih baik dari pada tidak adanya kontroversi (Bower, 1965; Harper & Asklin, 1980; dalam Putnam, 1989).

Pengertian kontroversi yang konstruktif dalam pengambilan keputusan kelompok menurut Johnson & Johnson (2009) adalah konflik yang terbangun ketika ide, informasi, kesimpulan, teori dan opini satu orang bertentangan dengan satu orang lainya, dan keduanya mencari cara untuk mencapai persetujuan. Dalam kontroversi yang konstruktif ada pembagian peran yang jelas siapa bertindak sebagai peran kontroversi yang akan bertugas menantang ide-ide kreatif dan argument yang lebih berkembang, berfikir yang lebih luas dari semua anggota yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Selanjutnya dalam posisi yang saling bertentangan anggota mempertahankan pendapatnya masing-masing, mendebat pendapat yang berlawanan, diskusi secara terbuka dan mencoba melihat perspektif ide dan permasalahan dari posisi orang lain diluar dirinya (berdiri diatas sepatu orang lain). Pada akhir kontroversi tersebut akhirnya peserta sepakat untuk mengambil sebuah langkah keputusan berdasarkan penilaian alasan terbaik mereka (Johnson, 1970; Johnson, F. Johnson, & Johnson, 1976; Johnson & R. Johnson, 1979, 1989, 1995).

Johnson & Johnson (2009) menyampaikan kontroversi konstruktif ditentukan oleh kondisi: (a) Struktur tujuan kelompok yang kooperatif, artinya anggota kelompok menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan pribadi, sedangkan struktur tujuan kompetitif akan menghambat efektifitas kontroversi yang konstruktif karena struktur tujuan kompetitif lebih mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan kelompok. Dalam konteks kooperatif, kontroversi yang berjalan meginduksi perasaan nyaman, menyenangkan dan mambantu dalam diskusi pada posisi yang berlawanan, mendengarkan dengan fikiran terbuka, mendorong anggota untuk mendengarkan argument yang berlawanan lebih lanjut, pemahaman anggota lebih tepat terhadap permasalahan dan keputusan akhir yang dihasilkan akan lebih baik ( Johnson & Johnson , 2009), (b) Keterampilan menyampaikan ketidaksesuaian pendapat (skill disagreement) dengan posisi berlawanan. Kemampuan menyampaikan pendapat atas ketidaksesuaian pendapat orang lain dapat mempengaruhi apakah pendapatnya akan diterima oleh kelompok. Keterampilan ini juga akan membantu  anggota kelompok menyajikan pendapat yang dapat dipahami oleh anggota lain dan pemahaman pesan tersebut tepat (Johnson, 1971 dalam Johnson & Johnson 2009), dan (c) Rational Argument yaitu penjelasan rasional dalam menyampaikan  gagasan, mengumpulkan dan mengatur informasi relevan, menggunakan berfikir induktif dan deduktif dan membuat kesimpulan sementara berdasarkan pemahaman saat ini, kondisi lain yang dibutuhkan adalah berfikir terbuka dan memiliki evidence ketika menyampaikan pendaptnya.

Pemahaman akan pentingnya kontroversi dalam pengambilan keputusan ini apabila dapat dipahami oleh para leader dalam suatu organisasi maka diharapkan akan dapat membawa perubahan besar pada keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh kelompok/organisasi tersebut. Sekali lagi kontroversi dalam pengambilan keputusan bukanlah sebuah malapetaka melainkan asset yang dapat dikembangan dan diarahkan dengan baik untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi. (toponindro, 2013)

Note: semua referensi ada pada penulis dan sengaja tidak dicantumkan untuk menghindari plagiarisme

Minggu, 03 Maret 2013

Peminatan Psikologi Terapan Intervensi Sosial F.Psi Universitas Indonesia

Pengantar
Masalah-masalah yang dihadapi manusia bukan hanya terbatas pada masalah individual, namun juga masalah sosial yang dapat berdampak terhadap individual, sosial maupun kolektif. Masalah sosial tersebut antara lain misalnya kemiskinan, penyebaran HIV/AIDS, kriminalitas, pengangguran, konflik antar kelompok, lingkungan, dan krisis ekonomi. Masalah-masalah tersebut tentu harus diselesaikan. Di sinilah ilmu pengetahuan dapat memainkan perannya sebagai penyedia solusi terhadap masalah-masalah sosial. Atas dasar hal tersebut, Program Magister Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia membuka program Psikologi Intervensi Sosial, suatu pendidikan  lanjutan magister  (S2) dalam bidang psikologi sosial terapan.

Visi program
Program Terapan Psikologi Insos menjadi pusat unggulan dalam pendidikan dan penerapan ilmu psikologi sosial untuk melakukan intervensi dalam dalam menghadapi masalah-masalah sosial  di ranah pembangunan lokal maupun global.

Peluang Karir Bagi Lulusan Program
Lulusan program ini berkarir di berbagai bidang, seperti perencana (planner) di instansi pemerintah (Sipil/Polri/TNI), politik, swasta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tenaga penghubung untuk komunitas (community relations) di perusahaan/Polri/TNI, pengembang bisnis yang berorientasi komunitas, tenaga advokasi dan pengembangan komunitas (community development) serta dan konsultan-konsultan masalah sosial.

Mata Kuliah Yang Ditempuh

Semester 1
Filsafat Ilmu Pengetahuan (2 SKS), Konstruksi Alat Ukur (2 SKS), Statistik Lanjut (2 SKS), Metodologi Penelitian Terapan (3 SKS), Psikologi Sosial dalam Terapan (2 SKS).
Mata ajar ini berisi dasar-dasar yang diperlukan dalam merancang program intervensi menggunakan teori metode dan temuan-temuan psikologi sosial.

Semester 2
Psikologi Komunitas & Lingkungan (3 SKS): 
Mata ajar ini membahas peran psikologi komunitas dan lingkungan dalam menghadapi permasalahan sosial dan permasalahan lingkungan kehidupan, serta proses interaksi individu,komunitas dan lingkungan kehidupan.
Psikologi dan Kebijakan Publik (3 SKS): 
Mata ajar ini membimbing mahasiswa dalam merumuskan kebijakan, mengimplementasikan, menganalisis dan mengevaluasi kebijakan publik dengan menggunakan pengetahuan psikologi.
Teori Perubahan Sosial (3 SKS)
Mata ajar ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat dan strategi yang dapat dikembangkan untuk mendorong terjadinya perubahan sosial yang positif dalam perspektif sosiologi dan psikologi.
Proses Kelompok Lanjut (3 SKS). 
Mata ajar ini memperkenalkan teori kelompok, khususnya mengenai struktur, proses dan perilaku individu dalam kelompok. Selain itu, mahasiswa juga diberikan wawasan ketrampilan yang diperlukan agar dapat menerapkan pengetahuan tentang kelompok diatas dalam melakukan intervensi.

Semester 3
Teknik Intervensi Sosial (3 SKS)
Mata ajar ini membahas strategi, taktik, program, model, dan teknik intervensi sosial & penerapannya di lapangan. 
Perencanaan, Implementasi & Evaluasi, (3 SKS)
Mata ajar ini memperkenalkan berbagai pendekatan dalam melakukan pengembangan program melalui tahapan perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Pelatihan Intervensi Sosial (3 SKS)
Mata ajar ini membahas bagaimana merencanakan dan melaksanakan pelatihan untuk tujuan intervensi sosial, dan berbagai program/model pelatihan di lapangan yang berkaitan dengan pengentasan masalah sosial.
Proposal Tesis (2 SKS). 
Mata ajar ini membimbing mahasiswa dalam penyusunan proposal tesis dalam psikologi intervensi sosial, untuk kemudian dilanjutkan dalam penelitian emprik berbentuk tesis.

Semester 4: 
Psikologi Kontemporer (2 SKS)
Mata ajar ini membahas isu-isu terkini dalam berbagai masalah sosial makro, exo, meso,  maupun mikro, serta bagaimana caranya menganalisi persoalan tersebut dan pendekatan yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah.
Tesis (6 SKS)

Kuliah S2 Psikologi, Saya Bukan Psikolog!!!


Saya seorang PNS di salah satu Kementerian. Kebetulan saya baru selesai menyelesaikan kuliah S2 Psikologi dengan biaya penuh dari Beasiswa  Tugas Belajar Kementerian. Pada awal seleksi beasiswa tersebut temen-temen kantor mengira Saya nantinya akan menjadi Psikolog karena kuliah S2 Psikologi. Ternyata pemahaman itu juga sama dengan yang dimiliki oleh pengelola beasiswa yang mengindikasikan bahwa setelah selesai kuliah saya akan menjadi psikolog. 

Sahabat, keluarga dan rekan kerja hampir sama memberikan penilaian demikian. Sampai-sampai setelah Saya selesai kuliah ada rekan kerja yang meminta kepada Saya untuk mengobservasi perilaku anaknya yang cenderung hiperaktif dan Saya diminta untuk memberikan terapi psikologi. Ada lagi rekan kerja yang minta dilakukan tes psikologi untuk mengetahui potensinya, hingga ada yang memiliki anggapan bahwa Saya bisa membaca pikiran orang karena Saya sudah menjadi Psikolog. Aduuuuuhhhh !!! Pemahaman yang benar-benar harus diluruskan. 

Jadi begini ya, Saya kuliah memang S2 Psikologi, namun peminatan yang Saya ambil adalah Psikologi Terapan Intervensi Sosial atau yang lebih dikenal dengan istilah “INSOS”. Insos merupakan salah satu terapan psikologi yang mengkaji teori-teori psikologi untuk digunakan dalam menyusun intervensi berbasis pendekatan kelompok/komunitas/masyarakat/organisasi. Intinya adalah bagaimana memanfaatkan teori-teori psikologi yang ada untuk melakukan perubahan perilaku orang-orang dalam kelompok sesuai dengan yang diharapkan dalam konteks pengembangan masyarakat/komunitas/organisasi/kelompok untuk mencapai kesejahteraan. Insos merupakan salah satu cabang kajian psikologi yang pertama yaitu Terpan Psikologi. Peminatan/jurusan dalam Pikologi Terapan ada bermacam-macam jenisnya, antara lain Terapan Psikologi Kesehatan, Psikologi Olahraga, Psikologi Pendidikan Anak Usia Dini, Psikologi Sumber Daya Manusia (SDM), Psikologi Knowledge Management, Psikologi Perdamaian, Psikologi Forensik dan Psikometri. Peminat dari kajian Psikologi Terapan pada umunya adalah para praktisi. Adapun gelar yang diperoleh setelah menempuh kuliah Terapan Psikologi adalah bergelar Magister Sains (M.Si). Mahasiswa yang mengambil peminatan tersebut boleh dari latar belakang S1 apapun dan tidak harus S1 Psikologi.

Yang kedua adalah Sains Psikologi. Bidang kajian psikologi ini adalah mengkaji dan mengembangkan teori-teori psikologi yang sudah ada dan belum ada sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman dan dunia. Para ahli lulusan psikologi ini pada umunya diperuntukan untuk menjadi pengajar/dosen/akademisi. Fakultas Psikologi UI memiliki peminatan S2 Sains Psikologi antara lain Psikologi Sosial, Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi. Gelar yang diperoleh setelah menempuh pendidikan tersebut adalah Magister Sains (M.Si). Mahasiswa yang mengambil peminatan tersebut boleh dari latar belakang S1 apapun dan tidak harus S1 Psikologi.

Yang ketiga adalah Profesi Psikolog. Saat ini profesi psikolog ditempuh melalui pendidikan S2 dan harus menyusun Tesis. Yang berhak untuk mengambil jurusan ini pada jenjang S2-nya adalah Mahasiswa dengan latar belakang S1 Psikologi. Profesi keilmuan tersebut memiliki kode etik yang yang jelas dan tegas dalam menjalankan profesinya seperti dalam penggunaan alat tes dan aktivitas psikoterapi lainya. Pelanggaran terhadap kode etik akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan. Dengan latar bekang S1 Psikologi + S2 Profesi Psikologi akan menjadi Psikolog. Di Fakultas Psikologi UI sendiri, profesi psikologi terbagi menjadi beberapa bidang kajian seperti Klinis Anak, Klinis Dewasa, Pendidikan dan PIO.

Perlu saya tegaskan latar belakang S1 Saya adalah Bimbingan Konseling dengan gelar S1 Saya dalah Sarjana Pendidikan (S.Pd). Selanjutnya Saya meneruskan S2 Psikologi, Terapan Psikologi Intervensi Sosial dengan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Kesimpulan pertama: Saya bukan Psikolog dan tidak memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan profei tersebut. Kesimpulan kedua: tidak semua orang yang kuliah di S2 Psikologi menjadi Psikolog. Kesimpulan ketiga: Profesi Psikolog hanya dapat diperoleh melalui pendidikan S1 Psikologi + S2 Profesi Psikologi.

Demikian coretan kegundahan Saya atas kesalahpahaman tersebut, semoga dapat meluruskan dan memberikan pemahaman  baru dan tepat. (toponindro,2013)

Selasa, 26 Februari 2013

Beda Psikiater, Psikolog dan Konselor

Mengapa sebagian dari masyarakat enggan mengunjungi psikiater dan Psikolog? Alasan yang paling umum adalah, masih tersisa stigma jika mengunjungi psikiater dsb. Seolah orang yang ke psikiater atau psikolog menderita gangguan jiwa berat.

Dalam pengalaman sehari-hari sebagai terapis, masih banyak klien yang belum paham beda Psikolog, Psikiater dan Konselor. Sebagai konselor tak jarang klien memanggil saya dokter. Padahal saya bukan dokter, tapi Konselor. Orang mengira psikiater hanya memberi obat padahal bukan. Mereka juga punya kemampuan memberikan terapi atau konsultasi.

Secara umum ketiganya sama-sama memberikan konsultasi atau bimbingan untuk masalah tertentu. Namun ada perbedaan mendasar dari ketiganya yang perlu kita pahami. Artikel ini akan mengulas fungsi dan perbedaan tugas dari ketiganya.

Psikiater

Seorang psikiater adalah dokter yang sudah mengambil spesialis kedokteran jiwa. Gelar mereka biasanya ditulis dr. Nama, SpKJ. Contoh, dokter Andri SpKj yang juga kompasianer, dibelakang namanya ada SpKj. Singkatan: Spesialis Kedokteran Jiwa.

Setelah lulus sarjana kedokteran (dokter Umum) seseorang yang hendak menjadi psikiater harus mengambil keahlian bidang psikiatri sekitar lima tahun. Baru layak menyandang gelar spesialisasi Psikiater.

Psikiater bertugas memberikan konsultasi seputar kesehatan jiwa. Sebab mereka dilengkapi dengan pelbagai kemampuan baik konseling dan psikoterapi. Mereka belajar keahlian ini (dihitung dari S1) selama sepuluh tahun, bahkan bisa lebih.

Disamping itu psikiater berhak memberikan (resep) obat kepada pasien atau klien. Psikolog dan konselor sama sekali tidak berhak mengeluarkan resep. Psikiater masing-masing juga melengkapi dengan keahlian khusus sesudah tamat dari spesialisasi, baik di dalam hingga ke luar negri. Sayangnya jumlah Psikiater di Indonesia masih minim alias kurang memadai, yakni hanya sekitar 600 Orang. Banyak daerah kabupaten yang belum memiliki psikiater.

Psikolog

Psikolog adalah gelar profesi yang diberikan kepada seseorang yang sudah lulus sarjana Psikologi. Biasanya setelah lulus S1 Psikologi perlu waktu satu setengah tahun hingga dua tahun menyelesaikan gelar profesi Psikolog.

Gelar mereka adalah Nama, M.Psi, Psikolog. Namun setelah tahun setelah tahun 1992, lulusan S1 yang studi selama 4-5 tahun ( Sarjana Psikologi) melanjutkan ke S2 Program profesi dan baru disebut dengan Psikolog. Lamanya sekitar 2 tahun.

Seorang psikolog ada yang bekerja atau praktek sebagai psikologi klinis di rumah sakit. Selain itu ada psikolog dengan spesialisasi psikologi industri dan organisasi dan psikologi pendidikan. Psikolog industri dan organisasi biasanya bekerja di bagian Human Resources and Development (HRD). Sedangkan Psikolog pendidikan berkecimpung di dunia pendidikan, seperti konselor di sekolah

Psikolog biasanya menggunakan pendekatan sosial dari permasalahan kejiwaan.

Mereka mempelajari aspek sosial dari individu tersebut, seperti keluarga, norma masyarakat dan agama. Dalam menentukan diagnosa dan penyebab, mereka akan melakukan wawancara dengan klien dan keluarganya. Kalau psikiater memberikan obat atau medikasi medis, maka psikolog menggunakan pendekatan konseling intervensi, terapi tertentu hingga alat tes.

Untuk membantu diagnosa, psikolog terkadang menggunakan bantuan tes-tes psikologi. Fungsinya untuk membantu psikolog dalam menentukan diagnosa. Untuk menyembuhkan atau menghilangkan permasalahan kejiwaan, psikolog menggunakan terapi konseling dan intervensi. Jenis tes itu antara lain tes IQ, minat, bakat, karir, tes kepribadian, dll.

Konselor

Sekolah konselor ada dua. Di dunia pendidikan umum di kenal dengan jurusan BK, bimbingan Konseling. Sudah ada program sertifikasi BK dengan lembaga bernama ABKIN, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia. Umumnya mereka bekerja sebagai konselor di sekolah, TK hingga SMU. Banyak sekolah yang baik menyediakan guru BK bagi siswanya.

Ada juga lulus sebagai konselor dari Sekolah Tinggi Teologi (STT) keagamaan (yang penulis tahu hanya di lingkungan Kristen). Jurusan ini dikenal dengan Konseling Pastoral. Di jurusan Master bidang konseling ini dipelajari teologi, psikologi dan ilmu konseling. Syarat mengambil jurusan tersebut harus sudah S1 umum atau S1 Teologi. Lamanya adalah sekitar 2-4tahun.

Lulusan konselor pastoral ini biasa bekerja di lembaga keagamaan seperti gereja, konselor di sekolah atau yayasan konseling. Pendekatan konselingnya menggunakan pendekataan keagamaan. Psikolog atau psikiater biasanya lebih bersifat umum, meski ada juga yang memakai pendekatan integratif biopsikospiritual.

Di negara kita Sebagian orang masih belum merasa nyaman bertemu dengan psikiater atau Psikolog (karena stigma negatif tertentu). Karena itu mereka merasa lebih nyaman bertemu konselor. Selain konsultasi, Kadang mereka butuh didoakan atau dibacakan kitab suci. Selain itu biaya konseling di lembaga sosial ini jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan psikolog atau ke dokter (psikiater).

Kerja Sama dan Rujukan

Baik psikiater maupun psikolog memiliki hubungan yang erat dan saling bekerja sama. Karena masalah kejiwaan manusia tidak disebabkan oleh satu faktor saja tapi multi faktor yang saling mempengaruhi. Itu sebabnya mereka biasanya saling memerlukan agar permasalahan klien bisa diselesaikan secara menyeluruh.

Misalnya gangguan skizofrenia atau depresi merupakan keahlian psikiater karena keduanya penyebab utamanya adalah faktor biologis dan perlu penanganan biologis. Sedangkan permasalahan sosial seperti keluarga dibantu proses konseling oleh seorang Psikolog atau Konselor.

Jika Anda pergi ke Psikiater dia akan merujuk Anda ke psikolog atau konselor jika ia merasa Anda memerlukan bantuan terapi yang sifatnya jangka panjang. Sebab obat sering hanya untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi konsultasi bisa lebih panjang.

Sebagai konselor kami bekerjasama dengan psikolog dan psikiater. Jika klien butuh psikotes, konselor merujuk klien ke seorang Psikolog. Termasuk konsultasi atau intervensi lanjutan dengan keahlian terapi khusus oleh Psikolog. Jika klien dianggap membutuh obat karena ada halusinasi, gangguan tidur dsb, biasanya direfer ke seorang Psikiater.

Sebab klien dengan kasus depresi berat tidak bisa dikonseling. Dia harus minum obat terlebih dahulu. Jika sudah tenang dan bisa berkomunikasi baik, baru bertemu dengan konselor atau Psikolog.

Penutup

Semoga tulisan ini membukakan wawasan kita tentang ketiga profesi yang sangat penting dalam kesehatan jiwa masyarakat. Perlu pula kami tekankan, Jumlah rakyat yang bermasalah dengan kesehatan jiwa di tanah air sangat besar yakni sekitar 28 juta jiwa, dan diantaranya 13 juta dengan gangguan depresi.

Di Kota besar malah angkanya 1 dari setiap 5 penduduk mengalami masalah kesehatan jiwa. Sayangnya jumlah ini tidak seimbang dengan ketersediaan jumlah psikiater, psikolog dan konselor. Nah, ini tantangan buat kaum muda memilih profesi yang lahannya sangat luas dan sangat dibutuhkan

Semoga bermanfaat

Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/08/beda-psikiater-psikolog-dan-konselor-437191.html

Oleh: Julianto Simanjuntak